Berbicara tentang berat badan, biasanya perhatian selalu terfokus pada lemak (kelebihan lemak). Sangat jarang kita meninjau komposisi otot. Selain karena ketidaktahuan, lal ini mungkin disebabkan karena ketiadaan alat bantu ukur. Memang alat ukurnya cukup mahal, belum tentu tersedia walaupun di klub olahraga profesional.
Sumber: ylmsportscience.blogspot.com
Namun jika kita bicara tubuh yang fit dan prima, selain lemak, komposisi otot harus diperhatikan. Selain kuantitas otot (massa), distribusinya pun harus diperhitungkan. Secara general, tubuh manusia dibagi menjadi 5 regio;
- 2 regio ekstermitas atas (kanan kiri),
- 2 regio ekstrimitas bawah (kanan kiri),
- 1 regio batang tubuh (core).
Distribusi otot harus seimbang. Antara ekstrimitas atas dengan ekstrimitas bawah dan antara sisi kiri dengan sisi kanan.
Jadi dalam weight management (kasus over weight), selain memperhatikan kelebihan lemak, juga perhatikan massa otot. Peningkatan massa otot akan meningkatkan BMR (basal metabolic rate) yang pada gilirannya nanti akan bermanfaat menjaga berat tubuh (maintain).
Pada atlet elite, komposisi tubuh mereka cenderung memiliki pola tertentu, yang sesuai dengan cabang olahraga dan posisi (pada cabor team/ team sports) atlet ersebut. Misalnya pada pe-sepakbola, pemain depan, pemain tengah, pemain belakang dan kiper memiliki pola komposisi tubuh yang berbeda (spesifik). Sehingga dalam menyiapkan pemain (conditioning), khususnya pembinaan atlet muda, sebenarnya kita tinggal mengikuti pola tersebut. Pemain akan mengisi posisi mana, disiapkan pola tubuhnya; berapa % lemaknya, berapa banyak ototnya. Jadi tidak semata mata mengukur berat badan saja.
Pengalaman praktik saya, praktisi/pelatih cenderung hanya memperhatikan variable berat badan. Jika berat berlebih (over weight) pemain diminta diet (standar referensi-nya pun masih dipertanyakan, karena populasi atlet tentu berbeda dengan populasi umum). Sementara diet tanpa pengawasan, dapat menimbulkan penurunan berat yang bersamaan dengan penurunan masa otot. Hal ini sangat tidak baik untuk kinerja pemain tersebut.
Permasalahan yang juga sering timbul adalah kekurangan berat badan (lebih spesifik, kekurangan masa otot). Bagaimana cara mengatasinya? Jika dalam tim hanya ada pelatih, dia mungkin akan memberikan latihan strengthening. Padahal tanpa hanya latihan tanpa penyesuaian nutrisi tidak akan menimbulkan peningkatan masa otot. Bahkan sangat mungkin terjadi cedera otot yang dilatih.
Pada cabor yang cenderung menggunakan satu sisi dominan tubuh, seperti; tenis, bulutangkis, sering terjadi muscle imbalance. Ini secepatnya dikoreksi karena muscle imbalance merupakan salah satu faktor cedera olahraga, yang dapat dihindari.
Penelitian di Inggris oleh Milsom dkk (ilustrasi diawal tulisan) menunjukan gambaran penjelasan saya di atas. Sayangnya di Indonesia belum dipikirkan untuk mengevaluasi komposisi tubuh atlet, kenapa? Karena belum ada lembaga yang memikirkan dan menerapkan sports science secara sistematis dan berkelanjutan (bukan hanya ad hoc dan sporadis).
Tulisan ini juga mengundang para mahasiswa dan peneliti muda sports science Indonesia untuk melakukan penelitian yang mirip/sama dengan penelitian Milson di Indonesia. Kami memiliki alat pendukungnya. Ayo kerja bersama memajukan olahraga Indonesia.
Semoga bermanfaat.
dr ZN - Sports Med.
Sumber : Kompasiana.com
Post a Comment