Pentingnya Aspek Visual dalam Jurnalisme Multimedia

Pentingnya Aspek Visual dalam Jurnalisme Multimedia

Jurnalisme yang kita kenal pada awalnya masih menggunakan media konvensional seperti media cetak, radio, dan televisi. Masing-masing media pun pada saat itu masih bergerak sendiri- sendiri dan belum ada kesinambungan disini. Seiring berjalannya waktu terjadi banyak perubahan, salah satunya adalah perubahan dalam produksi dan konsumsi berita. 
Kalau dilihat dari konsumsi berita, masyarakat kini tak lagi menjadi viewer namun menjadi seorang user dimana mereka menjadi semakin aktif serta mereka pun kini juga menjadi seorang produser berita juga (Lister, Dovey, Giddings, Grant, & Kelly, 2009). Dari aspek produksi pun para produser perlu memutar otak lagi karena userdapat memproduksi konten sendiri serta mereka perlu belajar bagaimana menyampaikan berita diberbagai media (Lister, dkk, 2009).
Tantangan para produser kini semakin meningkat sejak internet hadir karena mereka perlu melakukan penyesuaian lain sebab kita tidak bisa begitu saja memindahkan konten dari media konvensional ke media berbasis internet (Bradshaw, 2017). Kalau media cetak diambil tulisannya, radio diambil aspek audionya, dan televisi diambil aspek visualnya maka ketika semua aspek tersebut diintegrasikan dengan internet maka lahirlah apa yang kita sebut sebagai jurnalisme multimedia (Quinn, Filak, 2005). Jurnalisme multimedia adalah tentang mengambil kekuatan masing-masing media dan dikombinasikan sehingga para produser dapat memproduksi sebuah berita yang lebih menarik.
Prinsip BASIC dalam Jurnalisme Multimedia
Dalam prakteknya jurnalisme multimedia perlu memperhatikan beberapa aspek yaitu brevity, adaptability, scanability, interactivity, dan community & conversation. Aspek-aspek ini biasa disebut sebagai BASIC yang dicetuskan oleh Paul Bradshaw. Prinsip BASIC ini perlu diperhatikan supaya usermerasa nyaman saat membaca berita kita. Berikut penjelasannya (Bradshaw, 2017).
Brevity (Keringkasan)
Dalam menyajikan berita dalam sebuah web kita perlu memperhatikan aspek keringkasannya karena ketika membaca teks di web kita lebih lambat membacanya serta lebih suka teks yang singkat (Nielsen, 1996). Sehingga trik yang bisa dilakukan adalah memecah tulisan kita menjadi beberapa bagian atau biasa disebut sebagai chunking (Bradshaw, 2017).
Adaptability (Kemampuan Adaptasi)
Aspek ini diterapkan lebih kejurnalisnya daripada kontennya bahwa mereka harus bisa bekerja dengan semua media baik itu tulisan, gambar, dan video. Meskipun mereka tak perlu jago di semua media tersebut namun mereka perlu setidaknya memahami dasar dari setiap media sehingga berita yang mereka hasilkan nantinya dapat diterima dengan baik (Bradshaw, 2017).
Scanability
Ketika membaca sebuah berita seringkali kita bukan dengan sengaja kita bisa membacanya karena ketika kita mencari sebuah topik dengan kata kunci tertentu di mesin pencari maka akan muncul berita tersebut. Maka ketika membuat sebuah berita kita perlu memperhatikan judul dan kata-katanya sehingga dapat ditemukan dalam mesin pencari serta bukan tidak mungkin kalau pembaca sampai disebuah berita karena mengklik sebuah link dari berita lain (Bradshaw, 2017).
Interactivity (Interaktivitas)
Interaktivitas adalah tentang bagaimana kita para produsen berita memberikan kesempatan bagi useruntuk melakukan sesuatu dengan berita seperti memberikan komentar, membagikan berita tersebut ke platformlain, atau bisa diunduh keperangkat mereka masing-masing (Bradshaw, 2017).
Community & Conversation
Ketika bertemu dengan teman atau keluarga kita pasti akan membicarakan sesuatu maka kita perlu membuat berita yang dapat dibicarakan dengan orang lain. Sebab ketika berita kita dibicarakan oleh orang maka berita kita akan tersebar dan biasanya orang akan berkomentar mewakili sebuah komunitas atau komunitas itu sendiri yang akan berkomentar. Komunitas akan memberikan informasi baru atau sekedar mengkonfirmasi informasi yang diberikan (Bradshaw, 2017).
Aspek Visual dalam Berita Online
Aspek visual merupakan aspek yang membuat jurnalisme multimedia berbeda sebab media konvensional kurang memperhatikan aspek ini. Aspek visual yang dibicarakan disini adalah infografis yang bukan hanya sekedar grafik saja namun sebuah desain gambar yang menampilkan data dengan menarik (Farnsworth, 2013). Selain itu ilustrasi, foto, dan video juga merupakan aspek visual lain yang melengkapi. Hadirnya infografis tentunya membuat sebuah berita menjadi lebih menarik untuk dibaca serta membuat kita semakin memahami apa yang kita baca apalagi kalau didukung juga dengan ilustrasi dan video.
Tirto merupakan salah satu media yang telah menerapkan aspek visual dalam beberapa beritanya, biasanya ia menampilkan infografis dalam berita in depthnya. Dalam sebuah berita in depth terdapat banyak sekali data karena berita tersebut akan menelisik sebuah kasus secara mendalam. Penulisan berita in depth pun memerlukan paparan yang panjang karena melibatkan banyak data dan disinilah infografis hadir. Bayangkan saja kita membaca sebuah berita yang begitu panjang dan isinya tulisan semua, pasti mata ini akan lelah membaca sehingga infografis disini memberikan ruang bagi mata kita untuk beristirahat. Selain itu Tirto juga memanfaatkan akun Instagram miliknya untuk mengunggah inforgrafis-infografisnya namun versi lebih padatnya lalu kemudian mereka memberikan link untuk melihat berita lengkapnya ke situs berita utama.
Salah satu berita Tirto yang berjudul "Games of Thrones ala Kerajaan Jawa dan Yogyakarta" menampilkan infografis mengenai sejarah siapa saja yang menjadi raja di Keraton berbentuk timeline. Bayangkan saja jika infografis tersebut tidak ditampilkan maka pembaca harus bekerja lebih ekstra untuk mengolah data yang disajikan apalagi dengan tulisan yang lumayan panjang. Tirto pun mengunggah video mengenai berita tersebut di akun instagramnya sehingga orang-orang yang menonton video tersebut tertarik dan akhirnya membaca versi beritanya.
Adaptability diterapkan saat Tirto mampu beradaptasi dengan menyisipkan infografis dalam beritanya serta menampilkan video mengenai berita bersangkutan di akun sosial medianya, selain itu dibawah infografis terdapat beberapa platformyang bisa dipilih pembaca untuk membagikan infografis tersebut. Scanability adalah saat orang tertarik untuk membaca berita tersebut karena menonton video yang diunggah di akun sosial medianya serta berita itu sendiri memiliki judul yang catchydengan menyematkan "Game of Thrones" disitu.
Pada kolom komentar baik di akun instagramnya berita mengenai Keraton ini mengundang banyak komentar ada yang mendukung, netral, dan tidak mendukung, disinilah aspek Community & Conversation sudah terpenuhi. Disini Tirto sudah menggunakan aspek visual dengan baik karena ia sudah menerapkan beberapa prinsip dari BASIC yaitu AdaptabilityScanability, dan Community & Conversation.
Tirto menampilkan infografis dengan format .jpeg namun lain lagi dengan Kompas. Kompas menyediakan web tersendiri untuk menampilkan infografis-infografisnya. Yang membuat infografis besutan menarik adalah mereka melibatkan efek-efek khusus dalam menampilkan data- datanya yang disebut sebagai Visual Interaktif Kompas (VIK). Kompas sudah menerapkan 2 aspek yaitu Brevity, Adaptability, dan Interactivity dalam sebuah infografis berjudul "Lepaskan Jerat Narkoba".
Berita atau tulisan yang ditampilkan bersamaan dengan infografis dalam VIK tersebut padat karena sudah didukung dengan visual yang matang sehingga disini Brevitysudah diterapkan. Kompas pun sudah berinovasi untuk membuat menampilkan infografisnya dengan bentuk yang berbeda selain itu Kompas juga mengunggah infografis-infografis yang sudah terbit di versi cetak ke situs Kompas data. 
Kemudian disitus berita utama Kompas yaitu Kompas.com juga menyisipkan beberapa iklan pop up berkaitan dengan infografis tentang narkoba tersebut sehingga ketika pembaca sedang membaca berita dan melihat iklan tersebut maka mereka akan mengklik dan akhirnya membaca infografis tersebut, disini Kompas juga menerapkan aspek Adaptability. Dalam infografis tersebut userdapat mengubah-ubah animasi pada gambar yang ada dengan menggerakkan kursor atau hanya dengan sekedar scroll downdan mereka pun dapat membagikan infografis tersebut ke beberapa platformlain, disini aspek Interactivity sudah diterapkan.
Berbeda lagi dengan situs berita TIME, ia memang tidak menampilkan infografis seperti Tirto dan Kompas namun ia memberikan pengalaman yang berbeda saat membaca beritanya. Biasanya jika kita membaca sebuah berita dan disitu ada sisipan video maka kita perlu menonton video tersebut hingga habis baru bisa lanjut membaca tapi TIME tidak demikian. Ketika kita membuka sebuah berita yang salah satunya berjudul "Survivors. Gun Control Skeptics."kita akan melihat sebuah video yang otomatis memainkan sendiri. Video tersebut berkaitan dengan berita tersebut berupa wawancara dengan korban serta beberapa cuplikan video mengenai penembakan di Las Vegas tersebut.
Ketika kita scroll down untuk membaca beritanya video tersebut bisa mengecil dan muncul di kanan layar sebagai thumbnail sehingga sembari kita membaca beritanya kita juga dapat menonton videonya sebagai visualisasi. Dalam hal ini meskipun tidak ada grafis yang menarik namun pembaca dapat memahami sebuah berita dengan baik apalagi TIME juga mengunggah salah satu foto dari berita ini ke akun instagramnya dan membubuhkan link menuju situs berita utama TIME. Maka dengan adanya sistem tersebut disini TIME sudah menerapkan aspek Adaptability.
Sebelumnya Tirto menggunakan infografis untuk menjelaskan data, Kompas menggunakan efek khusus untuk menampilkan infografisnya, kemudian TIME menggunakan efek khusus untuk menampilkan videonya tapi ada satu media asal Indonesia yang agak berbeda. Mojok.com memiliki keunikan yang lain dari segi visual karena ia menggunakan ilustrasi gambar digital untuk berita-beritanya apalagi ilustrasi yang dipakai pun sedikit nyeleneh seperti slogan Mojok.com yaitu "Sedikit Nakal, Banyak akal". Dalam salah satu beritanya yang berjudul "Level Keminggris Orang Indonesia : Dari Stop Humanityhingga Turn Back Quran", Mojok menggunakan baik ilustrasi gambar, foto, dan juga infografis untuk melengkapi tulisan beritanya maka disini dari segi visual Mojok sudah menerapkan aspek Adaptability.
Maka jika disimpulkan berdasarkan pemaparan tersebut aspek visual ikut berperan dalam kelayakan sebuah berita dalam jurnalisme multimedia. Seandainya sebuah berita tidak memperhatikan aspek visual ia belum bisa memenuhi prinsip BASIC yang menjadi salah satu dasar dari jurnalisme multimedia. Bayangkan saja jika seandainya aspek visual tidak diperhatikan maka jurnalisme multimedia bisa saja tak diminati oleh masyarakat bahkan mungkin malah ditinggalkan karena mereka tak nyaman saat menikmati serta berita tersebut ternyata membosankan. 
Namun, jangan sampai aspek visual saja yang dikedepankan sebab teks juga perlu diperhatikan karena jika dalam sebuah berita terdapat aspek-aspek visual tapi tak diberi keterangan yang jelas maka informasi tidak bisa disampaikan dengan sempurna. Harapannya untuk kedepan media dapat memperhatikan aspek-aspek visual dalam menyajikan beritanya supaya informasi yang disampaikan dapat tersampaikan dengan baik dengan hadirnya aspek-aspek visual seperti foto, ilustrasi, video, maupun infografis.
---
Referensi :
Farnsworth, Amanda. 2013. What a Visual Journalism? BBC News 
Lister, M., Dovey, J., Giddings, S., Grant, I., Kelly, K. 2009. New Media : a Critical Introduction.
Oxon : Routledge
Nielsen, Jakob. 1996. In Defense of Print. Quinn, Stephen & Filak, Vincent. 2005. Convergent Journalism : an Introduction. Oxford : Elsevier
Sumber : Kompasiana.com

Post a Comment

[blogger][disqus][facebook][spotim]

Unib Corner

{facebook#https://facebook.com/unib.corner} {twitter#https://twitter.com/unibcorner17} {youtube#https://www.youtube.com/channel/UCabAbOrEQXOngEET_6S1U7w?view_as=subscriber} {instagram#https://instagram.com/unibcorner}

Contact Form

Name

Email *

Message *

Theme images by enjoynz. Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget